Islam
merupakan agama yang sempurna, mencakup segala aspek kehidupan manusia serta membawa
rahmat bagi alam semesta. Diantara bukti kesempurnaannya, Islam menganjurkan
umatnya agar berbisnis atau mencari nafkah demi kelangsungan hidupnya di dunia
ini. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Miqdam radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seseorang menyantap makanan
yang lebih baik daripada ia menyantap makanan dari hasil jerih payahnya
sendiri. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud ‘alaihis salam biasa makan dari hasil
usahanya sendiri.” [Shahih: Shahihul Jami’ no: 5546 dan Fathul Bari IV/303 no: 2072]
Dan
diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Sesungguhnya seseorang di antara kamu mencari seikat kayu bakar, lalu
dipanggul di atas punggungnya itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada
orang lain, bisa jadi ia diberi ataupun ditolak.” [Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7069, Fathul Bari IV/303 no: 2074,
Tirmidzi II/94 no: 675, dan Nasa’i V/96]
Di antara
kesempurnaannya pula, Islam memberikan bimbingan kepada para pengusaha muslim
tata cara dan adab-adab dalam melakukan bisnis atau perdagangan agar tidak
melanggar aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya. Sehingga diharapkan dapat
memperoleh rezki yang halal dan diberkahi, dan bisa terhindar dari penghasilan
yang haram dan terlarang.
Berikut ini
kami akan sebutkan beberapa nasehat Allah dan Rasul-Nya kepada para pedagang
muslim dalam menjalankan bisnis:
1. Hendaknya Mempelajari dan memahami fiqih bisnis sebelum terjun ke medan
bisnis
Setiap
pedagang muslim sepatutnya mempelajari dan memahami ilmu tentang bisnis (jual
beli) agar bisa membedakan antara praktek bisnis yang halal dan yang haram,
yang hak dan yang batil dan selamat dari hal-hal terlarang seperti dusta,
menipu dan riba.
Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Seorang pedagang apabila tidak mengerti tentang
hukum-hukum jual beli niscaya ia akan terjerumus ke dalam riba, lalu ia
terjerumus lagi dan terjerumus lagi, dst”.
Diriwayatkan
dari Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu bahwa ia
mengeluarkan setiap pedagang yang tidak faham tentang jual beli dari pasar
seraya berkata, “Tidak diperkenankan berdagang di pasar-pasar kaum muslimin
bagi siapa saja yang tidak memahami riba (macam-macam dan bentuk-bentuknya)”.
Imam Malik bin Anas rahimahullah pernah
memerintahkan hal serupa dengan apa yg dilakukan oleh Umar bin Khathab. Beliau
perintahkan demikian agar setiap pedagang muslim tidak terjerumus ke dalam
praktek riba dan menjerumuskan kaum muslimin ke dalamnya.
2. Jadilah pedagang yang jujur
Karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اَلتَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الْأَمِيْنُ
مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
“Pedagang yang selalu jujur lagi amanah akan bersama para nabi,
orang-orang yang senantiasa jujur, dan orang-orang yang mati syahid.” [HR.
At-Tirmidzi, dan ia berkata, “Hadits ini hasan” dan syaikh Al-Albani
menetapkannya sebagai hadits shahih lighairihi].
Dan
sabdanya pula:
إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُوْنَ يَوْمَ
اْلقِيَامَةِ فُجَّارًا إِلاَّ مَنِ اتَّقَى وَبَرَّ وَصَدَقَ
“Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai
orang-orang yang jahat, kecuali pedagang yang bertakwa (kepada Allah), selalu
berbuat baik dan jujur.” [HR. At-Tirmidzi dan ia berkata, “Hasan Shahih”. Dan syaikh
Al-Albani menetapkannya sebagai hadits shahih lighairihi].
Dan
dengan menetapi kejujuran dalam jual beli akan menyebabkan datangnya berkah
dari Allah, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:“Dua orang yang melakukan transaksi
jual beli mempunyai hak memilih (antara melanjutkan atau membatalkan transaksi
itu) selama mereka belum berpisah. Jika mereka jujur dan menjelaskan (aib
barangnya), niscaya mereka berdua diberi berkah dalam jual belinya, dan
(sebaliknya) jika mereka menyembunyikan (aib barangnya) dan berdusta, niscaya
berkah jual beli mereka dihapuskan.” [HR. Bukhari dan Muslim, dari Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu].
3. Jadilah pedagang yang mempermudah dan Bersikap Toleran dalam Melakukan
Transaksi Jual Beli
Dari
Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Allah pasti melimpahkan rahmat-Nya kepada seorang hamba yang bersikap
toleran bila menjual, membeli dan menuntut (haknya).” [Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 4454 dan Fathul Bari IV/206 no:
2076].
4. Jangan menipu
Karena
perbuatan menipu orang lain akan menghilangkan keberkahan pada rezeki,
mendatangkan siksaan dari Allah dan akan menjerumuskan pelakunya ke dalam azab
api neraka bersama para penipu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menipu maka ia bukan
termasuk dari golongan kami, karena (pelaku) penipuan itu (terancam berada) di
dalam neraka.” [HR. Ath-Thabrani. Dan syaikh Al-Albnai berkata, “Hasan
Shahih”].
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “(Pada suatu hari) Rasulullah melewati seorang pedagang
sedang menjual makanan, kemudian Beliau memasukkan tangannya ke dalam
(tumpukan) makanan itu. Ternyata makanan tersebut sudah dicampur, maka Beliau
bersabda: “Bukanlah dari golongan kami orang yang melakukan penipuan.” [Shahih:
Irwa’ul Ghalil no: 1319, Shahih Ibnu Majah no: 1809, Ibnu Majah II: 749 no:
2224 dan lafadz ini baginya, ‘Aunul Ma’bud IX: 321 no: 3435, Tirmidzi II: 389
no: 1329 dan Muslim I: 99 no: 102].
5. Jangan mengurangi takaran atau timbangan
Abdullah
bin Abbas radhiyallahu anhuma berkata: “Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di kota Madinah, beliau mendapatkan penduduknya adalah
orang-orang yang paling buruk dalam hal takaran (atau timbangan). Maka Allah
Ta’ala menurunkan firman-Nya:
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِيْنَ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (dalam
takaran/timbangan)”. [QS. Al-Muthaffifin: 1] maka setelah itu, mereka memperbaiki
takarannya.” [HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. Dan dihasankan oleh syaikh
Al-Albani].
6. Jangan menimbun barang dagangan
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menimbun (barang dagangan) maka ia adalah orang yang
telah berbuat kesalahan.” [HR. Muslim]
7. Jangan bersumpah palsu
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sumpah palsu (dusta) akan menyebabkan barang dagangan cepat laku akan
tetapi menghapuskan (berkah) rezeki.” [HR. Bukhari
dan Muslim]. Di dalam riwayat lain beliau bersabda: “Barangsiapa berani bersumpah palsu (dusta) yang dengannya ia mengambil harta
seorang muslim (tanpa hak), maka ia berjumpa dengan Allah sedangkan Dia dalam
keadaan murka kepada-Nya.” [HR. Bukhari dan Muslim].
8. Hindari riba
Allah
Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” [QS. Al-Baqarah: 278-279]
Dan
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Satu uang dirham hasil riba yang dimakan seseorang dan ia mengetahuinya
(bahwa uang itu hasil riba) itu lebih berat (siksaannya) daripada tiga puluh
enam kali perzinaan.” [HR. Ahmad, dan dishahihkan oleh Al-Albani].
Dan beliau
bersabda pula: “Tidaklah tersebar pada suatu kaum
perbuatan zina dan riba melainkan mereka telah menghalalkan datangnya azab
Allah bagi diri mereka sendir.” [HR. Abu Ya’la denganisnad jayyid sebagaimana dikatakan oleh Al-Mundziri].
9. Hindari profesi dan penghasilan yang haram
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa memperoleh harta dari jalan yang haram, lalu dengannnya ia
memerdekakan budak dan menyambung tali silaturahmi, maka hal itu akan menjadi
belenggu bagi dirinya.” [HR. Ath-Thabrani, dan dihasankan oleh Al-Albani].
Dan beliau
bersabda pula: “Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga badan yang
tumbuh dari hal-hal yang haram.” [HR. Ibnu Hibban. Dan Al-Albani berkata: “Shahih lighairihi”].
Sumber
Risalah ‘Ajilah Ila at-Tajiri
al-Muslim,
karya Syaikh Khalid Abu Shalih
Al-Wajiz Fi Fiqhi as-Sunnati wa
al-Kitabi al-‘Aziz, karya Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi.
Oleh: Muhammad Wasitho. Lc (Pembina milis
fatwa KPMI)
No comments:
Post a Comment