-->
JellyPages.com

Monday, February 4, 2013

INI AKIBAT ORANG MENGHINA AL-QUR'AN (Kisah Antara Dosen dan Mahasiswa)

Dosen: "Saya bingung. Banyak Umat
Islam di seluruh dunia lebay. Kenapa
harus protes dan demo besar-besaran
cuma karena tentara amerika
menginjak, meludahi dan mengencingi
Al-Quran? Wong yang dibakar kan cuma
kertas, cuma media tempat Quran
ditulis saja kok. Yang Qurannya kan ada
di Lauh Mahfuzh. Dasar ndeso. Saya kira
banyak muslim yang mesti
dicerdaskan."

Meskipun pongah, namun banyak
mahasiswa yang setuju dengan
pendapat dosen liberal ini. Memang
Qur'an kan hakikatnya ada di Lauh
Mahfuz.

Tak lama sebuah langkah kaki
memecah kesunyian kelas. Sang
mahasiswa kreatif mendekati dosen
kemudian mengambil diktat kuliah si
dosen, dan membaca sedikit sambil
sesekali menatap tajam si dosen.
Kelas makin hening, para mahasiswa
tidak tahu apa yang akan terjadi
selanjutnya.

Mahasiswa: "Wah, saya sangat
terkesan dengan hasil analisa bapak yg
ada disini."ujarnya- sambil membolak
balik halaman diktat tersebut.

"Hhuuhhh...."semua orang di kelas itu
lega karena mengira ada yang tidak
beres.
Namun Tiba-tiba sang mahasiswa
meludahi, menghempaskan dan
kemudian menginjak-injak- diktat
dosen tersebut. Kelas menjadi heboh.

Semua orang kaget, tak terkecuali si
dosen liberal.

Dosen: "kamu?! Berani melecehkan
saya?! Kamu tahu apa yang kamu
lakukan?! Kamu menghina karya ilmiah
hasil pemikiran saya?! Lancang kamu
ya?!"

Si dosen melayangkan tangannya ke arah kepala sang mahasiswa kreatif,
namun ia dengan cekatan menangkis
dan menangkap tangan si dosen.

Mahasiswa: "Marah ya pak? Saya kan cuma nginjak kertas pak. Ilmu dan pikiran yang bapak punya kan ada di kepala bapak. Ngapain bapak marah kalau yang saya injak cuma media buku
kok. Wong yang saya injak bukan
kepala bapak. Kayaknya bapak yang
perlu dicerdaskan ya??"

Si dosen merapikan pakaiannya dan
segera meninggalkan kelas dengan
perasaan malu yang amat sangat.
Cepeek deeh..!!

"Itulah salah satu hukuman langsung
dri Allah Ta'ala bagi siapa saja yang
ingin mempermainkan atau mencaci
maki Agama-Nya."

===================

Friday, January 25, 2013

M. Athiyah mengemukakan bahwa pentingnya pendidikan Islam adalah untuk membentuk budi pekerti. Sementara budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam. Dan Islam telah menyimpulkan bahwa mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam. Iman Al-Ghazali berpendapat bahwa pentingnya pendidikan Islam ialah usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Pendidikan Islam bukan sekedar mengisi otak dengan segala macam ilmu yang berorientasi pragmatis, melainkan mendidik akhlak dan jiwa (spiritual), mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci berlandaskan iman dan taqwa.
Muhammad Quthb, berpendapat bahwa hakekat pendidikan Islam ialah pembinaan rohani, pendidikan intelektual dan pembinaan jasmani. Hubungannya dengan pembinaan ruhani, Muhammad Quthub menjelaskan bahwa ruhani adalah pusat eksistensi manusia yang menjadi titik perhatian. Ruhani adalah landasan, tempat dan penuntun kepada kebenaran. Dalam pendidikan intelektual, Quthb menjelaskan bahwa Islam memberi kemungkinan kepada manusia untuk mengetahui hal-hal yang gaib sebesar kemampuannya. Sedangkan dalam pembinaaan jasmani, ia menjelaskan bahwa Islam begitu menghormati jasmani, tidak membiarkannya apa adanya, sebab apabila dibiarkan maka ia tidak menjadi energi yang bermanfaat, melainkan justru merusak eksistensi jasmani itu sendiri.
Apabila nilai-nilai moral dan akhlak tidak diajarkan atau dimarjinalisasikan dalam kehidupan manusia, maka akibatnya adalah manusia akan mengambil kehidupan duniawi ini sepuas-puasnya dengan membuat berbagai tatanan di atas standar materialistik. Sekalipun kesenangan itu musnah seluruhnya akibat jiwa yang kosong dari iman, dan kekosongan dari norma-norma agama. Kesenangan dan kenikmatan hidup yang dibangun selain dari prinsip moral, akan berubah menjadi perburuan hawa nafsu yang pada akhirnya mencelakakan manusia.
Kehidupan yang dibangun di atas prinsip materialistik murni untuk mencapai kesejahteraan, sudah dapat dipastikan bahwa yang dicapai hanya kesejahteraan lahiriah, sedangkan kesejahteraan ruhaniah tidak akan terpenuhi. Keadaan ini apabila sampai pada tingkat teratas strata kehidupan dan berbagai segmen kehidupan, maka akan terjadi kehancuran yang mengenaskan. Akhirnya cita-cita manusia untuk mencapai ketaqwaan hanyalah menjadi suatu harapan yang hampa. Di sinilah letaknya urgensi pendidikan Islam sebagaimana makna faktual al-Qur'an surat al-Hujurat ayat 13 yaitu:
"Hai manusia, sesunguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal dan menghargai dan sesunggunya yang paling mulia di antara kamu  di sisi Allah adalah orang yang taqwa…(QS. Al-Hujurat: 13).
Dalam hal itu proses untuk mencapai dan meningkatkan kesejahteraan hidup, maka setiap orang/individu diperintahkan untuk belajar secara terus menerus sepanjang hidupnya, dan hal itu merupakan konsekuensi logis ditetapkannya manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini.
Pendidikan merupakan bagian dari tugas kekhalifaan manusia. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan harus dilaksanakan secara konsisten dan penuh tanggung jawab. Dalam hal ini Islam memberikan pandangan bahwa konsep-konsep yang mendasar tentang pendidikan dan tanggung jawab umat muslim untuk menjabarkan dan mengaplikasikannya ke dalam praktek pendidikan. Pendidikan dalam arti yang luas, adalah proses mengubah dan memisahkan nilai suatu kebudayaan atau derajat kepada masing-masing individu dalam masyarakat. Firman Allah Swt;
"Allah akan mengangkat beberapa derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan …..(QS. Al-Mujadilah ayat: 11)"
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan keharusan mutlak untuk dilaksanakan secara konsisten dengan penuh tanggung jawab guna mencapai kesejahteraan hidup sebagai wujud peribadatan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.
Kepustakaan:
Al-Abrasyi, M. Athiyah. 1970. Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Darajat, Zakia. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Ruhama
Getteng, Abd. Rahman. Tantangan Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Era Teknologi dan Globalisasi, dalam  Lentera edisi Perdana. Ujung Pandang, Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin Makassar.
Langgulung, Hasan. 1993. Pendekatan dan Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna
Quthb, Muhammad. 1993. Sistem Pendidikan Islam. Bandung: PT. Ma' arif

Tuesday, January 22, 2013

Jalur Pendidikan Menurut Perspektif Islam


Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan secara sadar dengan membimbing, mengasuh anak atau peserta didik agar dapat meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Karena itu, pendidikan Islam merupakan pendidikan yang sangat ideal, pendidikan yang menyelaraskan antara pertumbuhan fisik dan mental, jasmani dan rohani, pengembangan individu dan masyarakat, serta kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam pandangan Islam, pendidikan dilaksanakan dalam 3 jalur, yakni lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Menurut Ki Hajar Dewantara, ketiga jalur pendidikan ini disebut “Tri Pusat Pendidikan”. Pendidikan dalam lingkungan keluarga, disebut jalur pendidikan informal.Dalam lingkungan inilah sebagai dasar pertama anak dipelihara dan dididik serta menerima sejumlah nilai dan norma yang ditanamkan kepadanya. Pendidikan dalam lingkungan sekolah, disebut jalur pendidikan formal. Dalam lingkungan ini, mereka berkumpul dengan umur yang hampir sama, dengan taraf pengetahuan yang kurang lebih sederajat dan secara sekaligus menerima pelajaran yang sama. Pendidikan dalam lingkungan masyarakat, disebut jalur pendidikan non formal. Dalam lingkungan ini, mereka mendapatkan berbagai pendidikan yang berasal dari berbagai pihak, misalnya tokoh-tokoh masyarakat dan termasuk yang berasal dari realita sekitarnya secara berkesinambungan.
Ketiga jalur pendidikan yang disebutkan di atas, sangat terkait satu sama lain dan saling menunjang untuk mewujudkan tujuan inti pendidikan Islam, yakni pembentukan budi pekerti luhur yang diistilahkan dengan akhlak al-karimah.
Ketiga jalur pendidikan dilaksanakan secara berkesinambungan tanpa dibatasi waktu dan tempat, yaitu:
1. Jalur Pendidikan Informal
Pendidikan informal yang disebut sebagai jalur pendidikan dalam lingkungan keluarga adalah sebagai wadah dan wahana pertama seseorang menerima pendidikan dari orang tuanya dan anggota keluarga lainnya. Dengan demikian, kepribadian seseorang mula-mula terbentuk dari hasil interaksi keluarga.
Struktur keluarga terjadi disebabkan adanya ikatan darah secara natural (natural blood ties) yang didahului dengan pernikahan, kemudian lahir anggota keluarga yang disebut dengan anak yang merupakan obyek didikan dari orang tua.
Dalam dimensi psikologis seorang anak membutuhkan bimbingan, dan pembinaan  perkembangan jiwanya dalam keluarga. Yang memiliki peranan penting dalam keluarga ini adalah ibu, khususnya untuk masa-masa awal perkembangan anak. Ibulah yang paling banyak memberikan rasa kasih sayang dan aman kepada anak. Fungsi ibu disini sebagai  amirah sumber rasa aman. Sedangkan  ayah diharapkan memiliki sifat Abdullah yang memberikan muatan pada lahan subur jiwa anak yang telah dipersiapkan atau terus dipupuk oleh ibu.
Menurut Zakiah Daradjat, tanggung jawab pendidikan Islam menjadi beban orang tua dalam lingkungan keluarga antara lain:
  1. Memelihara dan membesarkan anak ini bentuk yang sederhana bagi setiap orang dan merupakan bentuk yang alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup anak.
  2. Melindungi dan mengayomi, baik jasmani maupun rohani, dari berbagai gangguan penyakit dan menghindari pelecehan dari tujuan hidup.
  3. Memberikan pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan.
  4. Membahagiakan anak, dunia maupun akhirat sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup.
Dengan demikian, orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-anaknya, serta memberikan sikap dan keterampilan yang memadai, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya, memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, dan bertanggung jawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
2. Jalur Pendidikan Formal
Secara kelembagaan maka sekolah-sekolah pada hakekatnya adalah merupakan lembaga pendidikan yang sengaja diadakan, yang memiliki fungsi dan peranan sebagai lembaga pendidikan lanjutan dari pendidikan keluarga.
Dalam perspektif Islam, fungsi sekolah sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, aqidah dan syariah dalam upaya penghambaan diri terhadap Allah dan mentauhidkan-Nya sehingga manusia terhindar dari penyimpangan fitrahnya. Artinya, perilaku anak diarahkan agar tetap mempertahankan naluri keagamaan tidak keluar dari bingkai normativisme Islam.
Arifin mengemukakan bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan formal fungsi dan tugasnya adalah:
  1. Membantu mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang dapat dipergunakan untuk memperoleh nafkah hidupnya masing-masing.
  2. Membantu mempersiapkan anak-anak agar menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan memecahkan masalah kehidupan, baik secara individu, bersama (masyarakat), atau bangsa.
  3. Meletakkan dasar-dasar hubungan sosial, agar anak-anak mampu merealisasikan dirinya (self realization) secara bersama-sama di dalam masyarakat yang dilindungi Allah.
  4. Membantu anak-anak menjadi muslim, mukmin dan muttaqin.
Untuk tetap mewujudkan peran dan fungsi sekolah di atas, partisipasi segala pihak sangat dibutuhkan, termasuk orang tua, pemerintah dan masyarakat sekitar.
3. Jalur Pendidikan Non Formal
Pendidikan dalam masyarakat yang diistilahkan pendidikan non formal adalah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja. Pendidikan ini dapat disesuaikan dengan daerah masing-masing dan menjadi obyek sasaran atau raw input yang menyangkut :
  1. Penduduk usia sekolah yang tidak sempat masuk sekolah atau pendidikan formal atau orang dewasa yang menginginkan.
  2. Mereka yang drop out dari sekolah atau pendidikan formal baik dari segala  jenjang pendidikan.
  3. Mereka yang telah lulus satu tingkat pendidikan formal tertentu tetapi tidak meneruskan lagi.
  4. Mereka yang telah bekerja tetapi masih ingin mempunyai keterampilan tertentu.
Dilihat dari raw input, maka pendekatan pendidikan non-formal harus bersifat fungsional dan praktis serta berpandangan luas berintegrasi satu sama lain yang akhirnya bagi yang berkepentingan dapat mengikutinya dengan bebas tetapi juga dengan peraturan tertentu.
Ada beberapa jalur pendidikan di masyarakat (non-formal) yang cukup eksis dewasa ini, yakni:
a. Pendidikan di Masjid
Fungsi masjid selain sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat kegiatan belajar-mengajar dan bermusyawarah dalam membahas persoalan-persoalan keumatan. Di masjid mereka akan menerima pendidikan (berbagai informasi) disebabkan pusat kegiatan ritual dalam suatu masyarakat adalah di masjid.
b. Pendidikan pada Yayasan-Yayasan
Pada dasarnya, yayasan sebagai lembaga keagamaam mempunyai tugas dalam penyelenggaraan pendidikan agama dan mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan agama bagi anak-anak, termasuk juga orang dewasa.
c. Majelis Ta’lim
Majelis Ta’lim adalah sebagai suatu wadah atau tempat dalam menyampaikan informasi-informasi pendidikan dan pengajaran. Dapat juga diartikan sebagai lembaga pendidikan non-formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, diikuti oleh jamaah yang relatif banyak, bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang harmonis antara sesama umat.
Kepustakaan:
Adhim, Muhammad Fauzil. 1998. Mendidik Anak Menju Taklif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ahmadi, Abu. et. al. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Al-Nahlawy, Abdurrahman. Usul al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibuha, diterjemahkan oleh Herry Noor Ali, 1992. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: IKAPI
Darajat, Zakiah. 1982. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Hadari Nawawi. 1993. Pendidikan Dalam Islam. Surabaya: al-Ikhlas
Indrakusuma, Amir Dalen. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional, t.th.
Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Jakarta:  Grafindo Persada
Mappanganro. 1996. Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah. Ujungpandang: Yayasan Ahkan
Nawawi, Hadari. 1993.Pendidikan Dalam Islam. Surabaya: al-Ikhlas

Sekularisasi dan Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Ada suatu ungkapan yang sangat populer dalam Injil "Berikanlah Kaisar kepada Kaisar dan berikanlah milik Allah kepada Allah". Berdasar ungkapan inilah, menurut sebagian pendapat, terjadi pemisahan total antara gereja dengan negara di dunia Barat. Padahal sesungguhnya ungkapan Al-Masih (Yesus Kristus) dapat dipahami hanya jika diketahui dengan baik kondisi historis ketika itu. Pada saat ungkapan itu dikemukakan oleh Al-Masih, Palestina di bawah kekuasaan Romawi. Dalam situasi demikian, satu-satunya cara seorang tokoh agama adalah berkiprah pada tataran spiritual  keagamaan dan tidak pada politik. Jadi ungkapan dalam Injil tersebut sesungguhnya bertujuan mengendalikan kekuasaan spiritual.
Kenyataan yang terjadi di dunia Barat khususnya dalam hal pemisahan ilmu pengetahuan dari doktrin gereja menyebabkan ilmu pengetahuan berdiri sendiri tanpa kontrol agama dan nilai-nilai spiritual. Hal tersebut terus berlanjut hingga abad modern kini.
Mellenium III merupakan era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang yang disebut abad modern. Asumsi ini diwarnai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan yng secara teoritis telah ada sebelum abad modern demikian pula penemuan-penemuan baru (discovery) dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi canggih bermunculan dari waktu ke waktu.
Penemuan-penemuan tersebut sangat bermanfaat bagi umat manusia sebagai kontribusi dalam upaya memakmurkan bumi ini. Namun satu hal yang menjadi sentral pembahasan khususnya bagi pemikir-pemikir Islam adalah Islamisasi ilmu pengetahuan.
Sains dan filsafat sudah dikenal sejak awal perkembangan Islam yang memungkinkan arus intelektual di kalangan orang-orang Islam untuk menanggapi pemikir Yunani. Akibat rangsangan itu ternyata mereka lebih kreatif, sehingga  mendorong perkembangan di Eropa. Namun dalam perkembangannya sains dan filsafat mengalami kemunduran di tangan umat Islam.
Sekularisasi dan Islamisasi ilmu pengetahuan masih dalam suasana polemik para ahli. Hal ini disebabkan satu sisi ingin memproduksi ilmu pengetahuan yang obyektif dengan pendekatan santifik sementara di sisi lain kecenderungan ilmuwan muslim agar ilmu pengetahuan lahir dari Islam berdasarkan al-Qur'an dan Hadits, dengan pendekatan teologi normatif (keagamaan).
B. Sekularisasi Ilmu Pengetahuan
Secara ontologis, sekularisasi ilmu pengetahuan berarti membuang segala yang bersifat religius dan mistis, karena dipandang tidak relevan dalam ilmu. Mitos dan religi disejajarkan dan dipandang sebagai pra ilmu yang hanya bergayut dengan intuisi (dunia rasa). Ini berarti bahwa peran Tuhan dan dan segala yang berbau mitos dan bernuangsa gaib sebagai sesuatu yang berpengaruh ditiadakan. Sehingga sekularisasi bisa juga disebut dengan desakralisasi (melepaskan diri dari segala bentuk yang bersifat sakral).
Sekularisme ilmiah memandang bahwa alam ini tidak mempunyai tujuan dan maksud. Karena alam adalah benda mati yang netral. Tujuannya sangat ditentukan oleh manusia. Pandangan ini menyebabkan manusia dengan segala daya yang dimiliki mengeksploitasi alam untuk kepentingan manusia semata.
Sebuah disiplin ilmu juga hendak dipertahankan keobjektifan tujuan maka segala yang terkait dengan agama, pandangan hidup, tradisi dan semua yang bersifat normatif dihindari guna menjaga realitas ilmu sebagai sesuatu yang independen, otonom dan objektif. Hal ini sesuai dengan epistemologi yang digunakan yakni rasionalisme dan empirisme memandang bahwa sumber pengetahuan yang absah adalah empiris (pengalaman). Sebagai konsekuensi dari epistemologi sekuler maka pada tataran aksiologinya ilmu itu bebas nilai (value free of sciences) atau ilmu netral nilai.
C. Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan lahir sebagai koreksi dari ilmu-ilmu modern yang dihasilkan oleh dunia Barat yang cenderung bebas nilai dari tuntunan wahyu. Secara ontologis, Islamisasi ilmu pengetahuan memandang bahwa realitas alam semesta, realitas sosial dan historis ada hukum-hukum yang mengatur dan hukum itu adalah ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Allah, maka realitas alam semesta tidak netral tapi mempunyai maksud dan tujuan. Hal ini disinyalir dalam firman Allah SWT dalam QS. Al Imran (3): 191
ربنا ما خلقت هذا با طلا
Artinya:
"Ya Tuhan kami Engkau tidak menciptakan ini (alam) dengan sia-sia"
Islamisasi ilmu pengetahuan dalam tataran epistimologinya mengkaji ayat-ayat al-Qur'an karena sebagian ayat al-Qur'an memasuki wilayah kajian empiris dan historis sehingga kebenaran pernyataannya terbuka untuk dibuktikan dan dihadapkan dengan metodologi keilmuan. Bahkan ayat yang pertama turun berkenaan dengan perintah membaca juga segala upaya penelitian ilmiah yang bermaksud mendemonstrasikan revolusi ilmiah (QS. Al-Alaq: 1-5).
m
Islamisasi ilmu pengetahuan secara aksiologi memandang bahwa ilmu pengetahuan itu sarat dengan nilai-nilai moral (moral value) dengan kata lain ilmu itu tidak netral nilai melainkan dalam ilmu pengetahuan itu terkandung nilai-nilai luhur berdasarkan ajaran Islam yang mengkristal pada akar-akar Ilahi.
Seorang sarjana terkemuka yang sangat memperhatikan masalah islamisasi ilmu pengetahuan adalah Ismail Raji al-Faruqi sebagaimana dikutip oleh Ziaduddin Sardan, dalam bukunya Jihad Intelektual.  Mengatakan bahwa ilmu pengetahuan yang sifatnya  dualisme (sistem Islam dan sistem sekuler) harus dihilangkan dan dihapuskan. Dan kedua sistem ini harus digabungkan dan diintegrasikan sementara sistem yang akan muncul harus diwarnai dengan spirit Islam dan berfungsi sebagai bagian integral dari idiologi.
Dengan demikian islamisasi ilmu pengetahuan menjadi penting bagi kita khususnya umat Islam guna mengcounter pengaruh-pengaruh sekularisasi Barat yang bebas nilai.
D. Penutup
Sekularisasi ilmu pengetahuan muncul di dunia Barat yang ditandai dengan adanya pemisahan antara doktrin gereja yang selama ini menguasai ilmu pengetahuan lalu kemudian ilmu pegetahuan itu berdiri sendiri dan bebas dari keterikatan nilai atau norma-norma agama.
Islamisasi ilmu pengetahuan lahir sebagai koreksi dari ilmu-ilmu modern yang dihasilkan oleh dunia Barat yang cenderung bebas nilai dari tuntunan wahyu dan sekaligus merupakan counter terhadap sains modern yang berkembang tanpa menghiraukan nilai-nilai moral yang luhur (bebas nilai) ke arah suatu peradaban dan ilmu pengetahuan yang sarat nilai berdasarkan ajaran Islam (al-Qur'an dan Hadits Nabi SAW).
Kepustakaan:
Alatas, Syed Farid, 1994. Agama dan Ilmu-ilmu Sosial dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur'an, No. 2 Vol V, h. 41.
Anshari, Endang Saifuddin, 1987. Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Arkon, Muhammad, 1990. al-Fikr al-Islamiy: Naqd wa Ijtihad. t. tp: Dar al-Saqi.
Azhim, Ali Abdul, 1989. Filsafat al-Ma'arif fi al-Qur'an al-Karim diterjemahkan oleh Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim dengan judul Epistemologi dan Aksiologi ilmu Prespektif al-Qur'an. Bandung: Rosdakarya.
Hidayat, Komaruddin, 1996. Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hemeneutik. Jakarta: Paramadina.
Idi, Jalauddin dan Abdullah, 1998. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Kattsoff, Louis O, 1992. Element of Philosophy. Diterjemahkan oleh Soejono dengan judul Pengantar Filsafat. Yokyakarta: Tiara Wacana.
Mahmud, Moh. Natsir, 2000. Epistemologi dan Studi Kontemporer. Makassar.
Sardan, Ziaduddin, 1998. Jihad Intelektual: Merumuskan Parameter-parameter Sains Islam. Surabaya; Risalah Gusti.

Strategi Menghadapi Liberalisasi Pendidikan


A. Latar Belakang
Liberalisasi (kapitalisasi) pendidikan tinggi merupakan penerapan sistem kapitalisme pendidikan tinggi, dengan modus utamanya integrasi pendidikan tinggi dengan pasar global. Liberalisasi pendidikan tinggi berawal dari apa yang dilakukan oleh aktor-aktornya, yaitu Multi National Corporation (MNC) yang dibantu oleh Bank Dunia/IMF melalui kesepakatan yang dibuat oleh WTO untuk terjun dalam arus globalisasi berdasarkan paham neoliberalisme.
Sebagai salah satu varian kapitalisme, neoliberalisme merupakan bentuk modern liberalisme klasik dengan 3 (tiga) ide utamanya; yaitu pasar bebas, peran negara yang terbatas, dan individualisme (yakni kebebasan dan tanggung jawab individu). Implikasi dari perpaduan ide pasar bebas dengan marjinalisasi peran negara dan pengutamaan tanggung jawab individu, adalah dijauhkannya peran dan tanggung jawab negara dalam kegiatan ekonomi, termasuk pembiayaan pendidikan. Pelepasan tanggung jawab negara dalam pendidikan dilegalkan dengan istilah lain yang menipu: "pembebasan pendidikan dari intervensi negara".
B. Strategi Menghadapi Liberalisasi Pendidikan
Liberalisasi pendidikan tinggi yang sedang terjadi melalui jalur pasar bebas memang harus dihadapi dengan sangat hati-hati oleh negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Implikasi jangka panjang dari globalisasi pendidikan tinggi tersebut belum sepenuhnya dapat diperkirakan, dan karena itu kebijakan-kebijakan antisipatif perlu dirancang secermat mungkin agar globalisasi tersebut tidak sampai menghancurkan sektor pendidikan tinggi seperti yang terjadi dengan globalisasi sektor pertanian. Agar dampak seperti itu tidak terjadi, negara berkembang perlu merumuskan strategi yang paling tepat sebagai berikut:
Strategi pertama, meskipun konstelasi kekuasaan global yang ada saat ini tidak memungkinkan perguruan tinggi Indonesia, seperti halnya dengan banyak universitas di negara-negara lain, untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang kuat untuk menggoyahkan arsitektur kekuasaan global di bawah monopoli GATT/WTO, namun dalam perspektif jangka panjang melalui pengembangan forum dan jaringan kerjasama regional dan internasional memiliki ruang yang cukup lebar untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang berarti. Reaksi masyarakat pendidikan tinggi terhadap masuknya pendidikan dalam GATS cukup luas. Assosiasiasi Perguruan Tinggi Amerika dan Kanada, Asosiasi Rektor Uni Eropa, Persatuan Naib Kanselor India, Majelis Rektor dan Perguruan Tinggi Indonesia secara terbuka telah menyampaikan himbauan kepada pemerintah masing-masing untuk meninjau pemberlakuan pendidikan tinggi sebagai komoditi yang diatur melalui GATS. Forum Rektor Indonesia yang mewakili 2300 perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat telah menginisiasi kerjasama antar universitas (di tingkat nasional, regional dan internasional) untuk mendesak Pemerintah Indonesia agar mempertimbangkan kembali rencana WTO untuk memasukkan “pengetahuan” sebagai salah satu kategori “komoditi” ke dalam General Agreement on Trade in Services (GATS) yang akan ditandatangani pada bulan Mei tahun 2005. Bila langkah tersebut dilaksanakan dalam sinergi yang kokoh dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh berbagai konsorsium universitas-universitas di Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, India, dan Jaringan Universitas ASEAN, keberhasilan kebijakan yang dimaksud dapat diharapkan akan dapat mengikuti keberhasilan Forum Sosial Dunia dalam bidang pertanian.
Strategi kedua, dalam menyikapi globalisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi, masyarakat pendidikan tinggi Indonesia, baik pemerintah maupun masyarakat, harus mengambil sikap terbuka dan positif. Di seluruh dunia memang sedang terjadi perkembangan, walau pun dengan kecepatan yang berbeda-beda antar negara, menuju deregulasi pendidikan tinggi. Masyarakat sudah mulai harus diajak ke pemikiran yang lebih terbuka bahwa fungsi layanan pendidikan tinggi merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. UU Sisdiknas sudah menganut paradigma seperti itu. Dengan demikian lembaga-lembaga swasta pun perlu diberi kesempatan yang besar dalam penyediaan layanan tersebut. Kesempatan yang sama perlu dibuka untuk lembaga pendidikan komersial dari luar negeri, tetapi dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan nasional. Liberalisasi pendidikan tinggi harus dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia melalui langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Liberalisasi dilaksanakan secara gradual (progressive liberalization) jangka pendek, menengah dan panjang.
  2. Sesuai tujuan kebijakan nasional
  3. Memperhatikan tingkat perkembangan setiap negara
  4. Fleksibilitas bagi negara berkembang.
Strategi ketiga yang perlu ditempuh oleh Indonesia dalam menghadapi globalisasi pendidikan tinggi adalah melalui pendekatan jaminan mutu dan akreditasi sesuai standar internasional. UGM merupakan salah satu PTN yang secara serius mengembangkan program jaminan mutu dan menerapkan siklus penuh jaminan mutu.
Kegiatan tersebut perlu dilanjutkan dengan program akreditasi internasional terhadap program studi dan unit penyelenggara kegiatan pendidikan tinggi. Melalui program tersebut diharapkan pengakuan internasional terhadap perguruan tinggi Indonesia akan semakin meningkat.
Strategi keempat yang perlu ditempuh oleh Indonesia adalah meningkatkan sistem akreditasi nasional menjadi sistem akreditasi regional dengan memanfaatkan jaringan perguruan tinggi regional, Asean University Network (AUN) dan Association of Southeast Asian Institute of Higher Learning (ASAIHL) untuk mengembangkan sistem akreditasi regional. Southeast Asia Ministry of Education Organization (SEAMEO) sebagai organisasi para menteri pendidikan adalah badan regional yang paling tepat untuk berfungsi sebagai kekuatan moral dan mempunyai legitimasi untuk mendorong program akreditasi regional tersebut. Apabila program akreditasi regional dapat berjalan dengan baik, mungkin tidak terlalu sukar transisi ke program akreditasi internasional yang akan lebih memperbesar akses ke masyarakat internasional.
Liberalisasi pendidikan tinggi ini harus dicermati dan dikritisi oleh semua pihak, khususnya mereka yang berwenang dan berkecimpung di dunia pendidikan tinggi. Ada setidaknya 2 (dua) alasan. Pertama, karena liberalisasi pendidikan merupakan suatu proses konspiratif (kongkalikong) yang jahat. Kedua, karena liberalisasi pendidikan menimbulkan dampak-dampak destruktif yang berbahaya.
C. Penutup
Globalisasi dan liberalisasi merupakan sesuatu yang akan terjadi dan mempengaruhi segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Pendidikan sebagai upaya sadar sekaligus manusiawi, mau tidak mau harus menerima perubahan akibat globalisasi, karena merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan.
Liberalisasi pendidikan tinggi tidak akan terjadi kalau tidak ada aktivitas aktor-aktor utama dan aktor pembantu yang saling bekerjasama dalam proyek globalisasi berdasarkan neoliberalisme sejak tahun 1980-an. Agar pendidikan sebagai wahana untuk pembentukan jati diri bangsa tidak luntur karena globalisasi, maka diperlukan adanya filter agar budaya yang masuk lewat globalisasi tidak merusak pendidikan itu sendiri, sehingga walaupun ada globalisasi warga negara tetap memperoleh pengetahuan yang mencerahkan kehidupannya. Liberalisasi pendidikan tinggi perlu strategi perlawanan dengan langkah politik dan langkah ideologi.
Kepustakaan:
Idrus, Ali. 2010. Manajemen Pendidikan Global. Jakarta: GP Press
Fikri, Arief. 2011. Globalisasi Pendidikan. http://edukasi.kompasiana.com/ 2011/06/08/ globalisasi-pendidikan/. Diakses Tanggal 24 Nopember 2011.
Januar, I. 2011. Globalisasi Pendidikan di Indonesia. http://zag.7p.com/ globalisasi_ pendidikan.htm. Diakses Tanggal 24 Nopember 2011.
K. Roth and I. Gur-Ze’ev. 2007. Education in the Era of Globalization. Netherlands: Springer
Patta, H. 2011. Globalisasi Pendidikan. http://edukasi.kompasiana.com/ 2011/02/09/globalisasi-pendidikan/ Diakses Tanggal 24 Nopember 2011.
Shiddiq. 2011. Melawan Liberalisasi Pendidikan. http://immaro.multiply. com/journal/item/40/ MELAWAN_LIBERALISASI_ PENDIDIKAN_ TINGGI. Diakses Tanggal 24 Nopember 2011.

Konsep al-Qur’an Tentang Fitrah dan Kaitannya dengan Teori Belajar-Mengajar


Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah homo religious (makhluk beragama) yang sejak lahirnya membawa suatu kecenderungan beragama. Dalam hal ini, pada QS. al-Rum (30): 30 Allah berfirman :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
Term fitrah dalam ayat di atas, mengandung interpretasi bahwa manusia diciptakan oleh Allah mempunyai naluri beragama, yakni agama tauhid. Potensi fitrah Allah pada diri manusia ini menyebabkannya selalu mencari realitas mutlak, dengan cara mengekspresikannya dalam bentuk sikap, cara berpikir dan bertingkah laku. Karena sikap ini manusia disebut juga sebagai homo educandum (makhluk yang dapat didik) dan homo education (makhluk pendidik), karena pendidikan baginya adalah suatu keharusan guna mewujudkan kualitas dan integritas kepribadian yang utuh.
Posisi manusia sebagai homo religious dan homo educandum serta homo education sebagaimana disebutkan di atas, mengindikasikan bahwa sikap kegiatan belajar bagi setiap manusia dapat diarahkan melalui proses pendidikan dengan memandang fitrah sebagai obyek yang harus dikembangkan dan disempurnakan, dengan cara membimbing dan mengasuhnya agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran keagamaan (Islam) secara universal. Dalam hal ini, al-Qur’an maupun hadis meskipun tidak secara eksplisit membicarakan tentang konsep dasar keberagamaan yang dimaksud, tetapi secara implisit dari konteks ayat maupun hadis terdapat petunjuk yang mengarah tentang pendidikan keberagamaan. Misalnya saja, dalam QS. al-Tahrim (66) : 6 Allah berfirman:
ياأيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا
"Hai orang-orang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari neraka…"
Muatan ayat tersebut sebagai motivasi bagi setiap orang tua (khususnya orang-orang beriman) untuk selalu mengawasi anak-anak mereka dalam aspek pendidikan, karena anak-anak atau keluarga merupakan sebagai bagian terpenting dari struktur rumah tangga. Dengan kata lain, orang tua hendaknya tidak mengabaikan kewajiban edukatifnya, yakni memelihara, membimbing dan mendidik anak-anaknya menjadi anggota keluarga yang senang pada kebaikan dan menjauhi kemaksiatan.
Secara jelas perintah tersebut mengarah pada aspek pembinaan mental keberagamaan anak dalam rangka mewujudkan suasana keluarga sakinah yang selalu taat menjalani fungsinya dengan baik. Wadah inilah sebagai penentu keberagamaan anak di masa depan. Kaitannya dengan Nabi saw bersabda dalam satu hadisnya:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : كل مولد يولد على الفطرة فابواه يهودانه او ينصرانه او يمحسانه

"Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi".
Konteks hadis tersebut relevan dengan QS. al-Rum (30): 30 bahwa hakekat fitrah keimanan sebagai petunjuk bagi orang tua agar lebih mengarahkan fitrah yang dimiliki anak secara bijaksana. Di samping itu, ayat dan hadis Nabi saw tersebut mengandung implikasi bahwa fitrah merupakan suatu pembawaan manusia sejak lahir, dan mengandung nilai-nilai religius dan keberlakuannya mutlak. Di dalam fitrah mengandung pengertian baik-buruk, benar-salah, indah-jelek dan seterusnya.
Dalam aliran pendidikan misalnya nativisme, memandang pembawaan tidak dapat dirubah oleh lingkungan, demikian pula sebaliknya dalam empirisme memandang bahwa lingkungan dapat merubah pembawaan (bakat) anak sejak lahir, seterusnya konvergensi memandang bahwa pembawaan (bakat) sebagai faktor internal dan lingkungan faktor eksternal saling mempengaruhi. Kaitannya dengan ini, maka dalam perspektif al-Qur’an ditegaskan bahwa fitrah adalah pembawaan keagamaan dan suatu saat keagamaan seseorang dipengaruhi oleh lingkungan. Artinya bahwa fitrah tidak dapat berkembang tanpa adanya pengaruh positif dari lingkungannya yang mungkin dapat dimodifikasi atau dapat diubah secara drastis bila lingkungan itu tidak memungkinkan untuk menjadi fitrah itu lebih baik.
Jadi, faktor-faktor yang bergabung dengan fitrah dan sifat dasarnya bergantung pada sejauh mana interaksi dengan fitrah itu berperan. Pada sisi lain, tentu saja fitrah yang dibawa oleh setiap manusia sejak kecil, pada perkembangannya nanti akan mengalami tingkatan-tingkatan yang bervariasi, sesuai dinamika dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Karena demikian halnya, maka hasil yang diraih dari proses belajar dapat dilihat sejauh mana fitrah itu berperan.
Faktor pertama yang mempengaruhi hasil belajar mengajar, jika merujuk pada teks hadis terdahulu adalah lingkungan keluarga, sebagai unit pertama dan institusi pertama anak dipelihara, dibesarkan dan dididik. Lingkungan keluarga di sini memberikan peranan yang sangat berarti dalam proses keberhasilan anak dalam pendidikan. Sebab di lingkungan inilah anak menerima sejumlah nilai dan norma yang ditanamkan sejak awal kepadanya.
Pada masa kecil, keimanan anak belum merupakan suatu keyakinan sebagai hasil pemikiran yang obyektif, tetapi lebih merupakan bagian dari kehidupan alam perasaan yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwanya akan kasih sayang, rasa aman dan kenikmatan jasmaniah. Peribadatan anak pada masa ini masih merupakan tiruan dan kebiasaan yang kurang dihayati.
Peniruan sangat penting dalam kehidupan anak, mulai dari bahasa, mode, adat istiadat dan sebagainya. Hampir semua kehidupan anak berpangkal pada proses peniruan. Misalnya saja, apabila anak-anak itu melihat orang tuannya shalat, maka mereka juga mencoba untuk mengikutinya. Maka dari itu, lingkungan keluarga (rumah tangga) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat dan sikap keberagamaan seseorang.
Sejalan dengan kepentingan dan masa depan anak-anak, maka orang tua menyekolahkan anak-anak mereka dan secara kelembagaan sekolah di sini sebagai faktor kedua yang dapat memberikan pengaruh dalam membentuk tingkat keberagamaan. Namun besar kecil pengaruh yang dimaksud sangat tergantung berbagai faktor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Hal ini disebabkan perkembangan keagamaan anak, juga dimotivasi oleh perkembangan bakat dan kepribadiannya.
Lingkungan sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan tingkat keberhasilan anak dalam belajar, adalah sebagai lanjutan dari pendidikan lingkungan keluarga. Dalam perspektif Islam, fungsi sekolah sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, aqidah dan syariah dalam upaya penghambaan diri terhadap Allah dan mentauhidkan-Nya sehingga manusia terhindar dari penyimpangan fitrahnya. Artinya, prilaku anak diarahkan agar tetap mempertahankan naluri keagamaan dan tidak keluar dari bingkai norma-norma Islam.
Dalam upaya pembentukan jadi diri peserta didik, maka pendidikan melalui sistem persekolahan patut diberikan penekanan yang istimewa. Hal ini disebabkan oleh pendidikan sekolah mempunyai program yang teratur, bertingkat dan mengikuti syarat yang jelas dan ketat. Hal ini mendukung bagi penyusunan program pendidikan Islam yang lebih akomodatif.
Di samping lingkungan rumah tangga dan sekolah, maka lingkungan masyarakat merupakan faktor ketiga yang memengaruhi tingkat keberhasilan pendidikan. Dalam pandangan Hadari Nawawi, pada tahap yang lebih tinggi dan komplek di masyarakat terdapat konsep-konsep berpikir yang disebut ideologi, yang membuat manusia berkelompok-kelompok dengan menjadikan ideologinya sebagai falsafah dan pandangan hidup kelompok masing-masing. Di antara ideologi-ideologi itu ada yang bersumber dari agama. Sekiranya idelogi agama ini direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka sikap dan prilaku keberagamaan seseorang akan semakin mantap dan kokoh.
Kesadaran akan pentingnya sikap atau prilaku keberagamaan dalam kehidupan masyarakat, memberikan peluang yang sangat besar kepada dunia pendidikan untuk merealisasikannya. Ini berarti kesempatan emas bagi umat Islam untuk menjadikan pendidikan sebagai pilihan strategis bagi pemeliharaan, penanaman dan penyebaran nilai Islam. Konsekuensinya, diperlukan upaya-upaya yang dinamis, fleksibel dan serius dalam mengelola lembaga pendidikan formal di setiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, baik yang berstatus negeri maupun swasta.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud teori belajar dan mengajar menurut petunjuk Al-Qur’an adalah aturan dalam proses kegiatan belajar dan mengajar berdasarkan dalil-dalil yang mengacu pada interpretasi ayat-ayat Al-Qur’an. Antara lain dalil-dalil yang berkenaan dengan ini adalah QS. al-Alaq (96): 1-5 yang berbicara tentang perintah belajar dan mengajar; QS. al-Nahl (16): 78 yang berbicara tentang komponen pada diri manusia yang harus difungsikan dalam kegiatan belajar dan mengajar; QS. Luqman (31): 17-19 yang berbicara tentang pemantapan aqidah dan akhlak dalam kegiatan belajar dan mengajar; QS. al-Nahl (16): 125 dan selainnya tentang kewajiban belajar dan mengajar serta metode-metode yang digunakan.
Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru lingkungan yang memengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi.
Al-Qur’an sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan teori belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, al-Qur’an menegaskan bahwa pembawaan seorang anak (peserta didik) sejah lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut al-Qur’an di samping dapat menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembankan fitrah ini, maka sangat pendidikan kedudukan pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kepustakaan:
Ahmad, Mudhor. Manusia dan Kebenaran. Surabaya: Usaha Nasional, 1989
Al-Ashfahani, al-Raghib. Mufradat Alfadz al-Qur’an. Beirut: Dar al-Syamiyah, 1992
Al-Qusyairi al-Naisaburi, Imam Ibn Husain Muslim bin Hajjaj Ibn Muslim. al-Jami Shahih, Juz VIII. Beirut: Dar al-Ma’arif, t.th.
Nawawi, H. Hadari. Pendidikan dalam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1993.
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Rake Press, 1984

Teori Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi

Sebagai landasan pendidikan Islam, maka al-Qur’an memiliki kedudukan sebagai qat’ī al-dalālah. Sedangkan hadis, ada yang qat’ī al-dalālah dan ada yang zannī al-dalālah. Karena demikian halnya, maka yang harus dijadikan landasan pertama dan utama dalam pendidikan Islam adalah al-Qur’an, di mana di dalamnya banyak ditemukan ayat yang berkenaan dengan teori belajar-mengajar, dan teori belajar-mengajar itu sendiri merupakan esensi dari pendidikan.
Di samping teori belajar mengajar, ada pula teori nativisme, empirisme, dan konvergensi. Teori-teori ini erat kaitannya dengan teori belajar mengajar yang bersumber dari aliran-aliran klasik dan merupakan benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, kini, dan mungkin yang akan datang. Aliran-aliran itu mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang paling pesimis sampai dengan yang paling optimis. Aliran yang paling pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, bahkan mungkin merusak bakat yang telah dimiliki anak. Sedang sebaliknya, aliran yang sangat optimis memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. Banyak pemikiran yang berada di antara kedua kutub tersebut, yang dipandang sebagai variasi gagasan dan pemikiran dalam pendidikan.
Ketiga aliran pendidikan yang disebutkan di atas, juga memiliki keterkaitan erat dengan petunjuk al-Qur’an tentang masalah fitrah manusia. Karena itulah, maka dapat dirumuskan bahwa sangat penting untuk dibahas berbagai petunjuk al-Qur’an tentang teori belajar mengajar dan kaitannya dengan teori nativisme, teori empirisme, dan teori konvergensi.
Terdapat perbedaan pandangan tentang teori belajar dalam berbagai aliran-aliran pendidikan. Perbedaan-perbedaan itu, berpangkal pada berbedanya pandangan tentang perkembangan manusia yang banyak ditemukan pembahasannya dalam psikologi pendidikan.
Teori-teori belajar dan mengajar yang muara akhirnya adalah perkembangan intelektual, pada dasarnya dapat dilihat dari berbagai teori yang terdapat dalam tiga aliran pendidikan, yakni aliran nativisme, aliran empirisme, dan aliran konvergensi.
1. Nativisme
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak  didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
2. Empirisme
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa lahir manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci, tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan peserta didiknya.
Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka.
3. Konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.
Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia  disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan keberhasilan dalam pembelajaran.
Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan konvergensi, dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa kedua aliran yang telah disebutkan  (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan. Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya ekstrim berat sebelah. Sedangkan aliran yang terakhir (konvergensi) pada umumunya diterima seara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang seorang peserta didik dalam kegiatan belajarnya. Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu.
Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru lingkungan yang mempengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi.
Al-Qur’an sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan teori belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, al-Qur’an menegaskan bahwa pembawaan seorang anak (peserta didik) sejah lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut al-Qur’an di samping dapat menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembangkan fitrah ini, maka pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat penting peranannya.
Kepustakaan:
Daradjat, Zakiah, et all. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Akrasa kerjasama dengan Depag,
Feisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani Press
Mudyahardjo, Redja. 2002. Pengantar Pendidikan; Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Rake Press
Tirharahardja, Umar dan La Sula. 1996. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Pengaruh Kebudayaan Islam di Andalusia (Spanyol) terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Eropa


Pendudukan kaum Muslim atas Spanyol pada abad ke-8 M merupakan jembatan pertama kaum Muslim ke Eropa. Pendudukan ini bahkan dibantu para Uskup Sevilla yang tidak tega membiarkan kebodohan, keterbelakangan, dan kekacauan yang terjadi akibat kekacauan sosial, kerusakan di dalam, dan fitnah golongan. Selanjutnya kaum Muslim menciptakan kestabilan dan keamanan di sana disertai dengan pembangunan dan perkembangan, sehingga Andalusia menjadi daerah di Eropa yang paling kaya dan paling berperadaban.
Kaum Muslimin menundukkan Andalusia pada masa kekhalifahan Walid bin Abdul Malik, melalui tangan panglima Musa bin Nushair dan Tariq bin Ziyad pada tahun 711 M. Setelah itu Andalusia terus berada di bawah kekuasaan Islam hingga jatuhnya Granada pada akhir kerajaan Islam di Spanyol tahun 1492 M.

Sepanjang sejarah, bangsa Eropa memiliki hubungan pasang surut dengan Islam dan kaum muslimin. Pemerintahan Islam di Andalusia, Spanyol pada abad ke-8 hingga abad ke-15, adalah pemerintahan Islam pertama yang berinteraksi dengan bangsa Eropa. Melalui peradaban Islam di Andalusia, Eropa dapat berkenalan dengan keilmuan periode Yunani dan Romawi Kuno. Perilaku manusiawi dan keadaan jauh dari kekerasan yang ditunjukkan kaum muslimin terhadap kaum Kristen Eropa telah membuka pintu gerbang ilmu dan seni yang mengeluarkan Eropa dari abad kegelapan dan kebodohan selama 10 abad.
Melalui Spanyol, kebudayaan Islam menyentuh negara-negara Eropa. Setelah kemajuan Islam di Spanyol mencapai puncaknya, tumbuh sekolah-sekolah dan universitas yang mengkaji berbagai ilmu pengetahuan. Bahasa Arab menjadi bahsa pengantar di sekolah-sekolah atau di universitas bahkan menjadi bahasa resmi pemerintahan. Akibatnya, hampir tidak ada orang Spanyol Kristen yang tidak mengerti bahasa Arab.
Kemajuan ilmu pengetahuan yang dicapai oleh sarjana Muslim Arab tersebut mendorong raja Alfonso pada tahun 830 M meminta dua orang sarjana Spanyol Islam untuk menjadi guru besar putera-puteranya dan ahli warisnya. Proses seperti ini kemudian berlanjut, para cendekiawan Barat banyak yang datang belajar ke pusat-pusat ilmu pengetahuan Spanyol Islam seperti di kota Cordoba, Sevilla, Toledo, dan lain-lain.
Ketika terjemahan terhadap berbagai ilmu pengetahuan seperti ilmu filsafat, astronomi, kedokteran, geografi, matematika, dan sebagainya mendapat perhatian serius di Universitas Toledo yang didirikan pada tahun 1130 M, banyak orang Kristen dari berbagai penjuru Eropa datang belajar di universitas tersebut. Cendekiawan Eropa hasil cetakan Universitas Toledo inilah yang tersebar ke seluruh Eropa yang selajutnya meneruskan usaha penerjemahan berbagai ilmu pengetahuan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin.
Ulama Muslim seperti Al-Farabi, Ar-Razy, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibn Rusyd dan Abul Qasim al-Zahrawi mengarang ribuan buku dalam bahasa Arab yang kemudian diterjemahkan oleh orang-orang Barat ke dalam bahasa mereka. Di Andalusia, Spanyol yang menjadi pintu gerbang Eropa, Islam menjadi tempat pengembangan budaya dan ilmu pengetahuan. Universitas-universitas Islam dipenuhi mahasiswa untuk menuntut ilmu, sebagian berasal dari negara Italia, Jerman, Perancis, dan Inggris. Kelak merekalah yang mengambil alih pijar ilmu dari Andalusia dan menjadi motor gerakan Renaissance di Eropa.
Gerakan penerjemahan berkembang pesat karena mendapat dukungan raja dan Uskup Gerard Cremenia. Buku-buku yang diterjemahkan adalah karya Ptolemeus, Plato, Aristoteles, Socrates, yang sebelumnya telah diterjemahkan dalam bahasa Arab. Bahasa Arab sendiri dimengerti oleh cendekiawan Eropa yang pernah belajar pada kota-kota pusat ilmu pengetahuan di kerajaan Islam Spanyol. Akhirnya gerakan penerjemahan ini mengantarkan Eropa memasuki babakan baru yang disebut Renaissance.
Dengan kata lain, faktor pendorong Renaissance yang terpenting adalah berasal dari persentuhan antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan Eropa melalui aktivitas penerjemahan buku-buku Islam yang memuat berbagai cabang ilmu pengetahuan. Munculnya cendekiawan Eropa yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan hasil sarjana Muslim dan selanjutnya berhasil mengembangkannya, menjadikan Eropa mencapai puncak kejayaan dalam bidang ilmu pengetahuan.
Menurut J.B. Bury, Barat berhutang budi kepada Islam dalam bidang filsafat rasionalisme. Barat mengenal rasionalisme setelah terjadi gelombang pengaruh intelektual dari dunia Islam pada akhir abad ke-12. Yaitu dengan diperkenalkannya ajaran-ajaran Ibnu Rusyd di kalangan terpelajar di Western Christendom. Para murid Kristen yang selesai belajar ilmu pengetahuan dari filosof Muslim Arab Andalusia (Spanyol) kemudian kembali ke Eropa diangap sebagai kaum revolusioner oleh pendeta-pendeta Kristen di negerinya. Mereka dijuluki kaum revolusioner karena kedatangan mereka membawa perubahan-perubahan besar dan radikal bagi Eropa dan memainkan peran yang sangat besar dalam mencerahkan Eropa yang sedang berada dalam era kegelapan (dark era).
Banyak ilmuwan Eropa yang berusaha mengecilkan sumbangsih Islam itu. Namun dengan tegas, Montgomery Watt menulis dalam The Influence of Islam on Medieval Europe: “Pengaruh Islam terhadap dunia Kristen Barat lebih besar daripada yang disadari. Tugas penting kita bangsa Eropa Barat, ketika kita menuju zaman satu dunia, adalah mengakui sepenuhnya utang kita kepada bangsa Arab dan Dunia Islam.”
Daftar Pustaka:
Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Syahmuharnis & Harry Sidharta. 2006. TQ Transcendental Quotient Kecerdasan Diri Terbaik. Jakarta: Republika.
Salwasalsabila, Syarifa. 2008. Islam, Eropa & Logika. Yogyakarta: O2
Khadhar, Lathifah Ibrahim. 2005. Ketika Barat Memfitnah Islam. Jakarta: Gema Insani Pers.

Monday, January 21, 2013

You are here: Artikel Mengatur Keuangan Secara Sederhana Bagi Para Freelancer Mengatur Keuangan Secara Sederhana Bagi Para Freelancer


Nah, tulisan ini akan membahas salah satu topik dari diskusi pada acara tersebut yaitu bagaimana mengatur keuangan secara sederhana yang bisa diterapkan bagi para freelancer.
Mengapa bahasan keuangan yang menarik perhatian saya? Sebab, dari sekian banyak hal yang dibahas di RuangFreelance Meetup kemarin, salah satu topik yang paling penting dan seru menurut saya adalah keuangan. Bukan semata-mata karena uang merupakan ?€˜bensin?€™ dari perjalanan para freelancer, tetapi juga karena mengatur keuangan memerlukan tips dan trik tertentu.
Saya yakin dari sekian banyak freelancer yang berumur muda, pasti banyak yang memiliki keinginan untuk beli gadget (dari iPhone sampai Android, laptop, mp3, dan sebagainya). Nraktir pacar pun sebisa mungkin jangan di soto pinggir jalan, tapi restoran bernuansa romantis yang harga makanannya agak mahalan dikit untuk membangun brand image kalau freelancer itu banyak duit dan sukses! Hehehe. :D
Memang tidak semuanya demikian, namun tentu tidak ada salahnya untuk sesekali memanjakan diri atau menikmati berbagai macam hal yang memang ingin dilakukan. Lalu, bagaimana caranya agar kita tidak mengalami defisit (pendapatan < pengeluaran)? Untuk mencegahnya, pengaturan keuangan atau money management adalah salah satu solusi yang bisa diterapkan bagi para freelancer.
Catat Pemasukan
Freelancer terkadang identik dengan tidak bisa mendapatkan pemasukan yang tetap akibat dari fluktuasi jumlah klien dan fluktuasi pembayaran setiap bulannya. Memang benar kalau dunia freelance adalah tentang fleksibilitas, namun tidak ada salahnya kalau kita punya catatan lengkap tentang jumlah uang yang kita dapatkan setiap bulannya dan menyusun anggaran mini, bukan?
Sekedar catatan, beberapa rekan freelancer yang saya kenal bahkan punya target pemasukan tertentu setiap bulannya. Dengan menentukan target dan mencatat pemasukan real/nyata, setidaknya kita bisa tahu seberapa besar uang yang bisa kita kumpulkan dalam satu bulan yang mana pencatatan ini nantinya dapat digunakan untuk mengatur rencana keuangan.
Tentukan Rencana Keuangan
Hal selanjutnya yang bisa dilakukan adalah menyusun rencana keuangan. Pada langkah ini, kita dapat memulainya dengan membuat daftar atau pos-pos keuangan yang ingin kita isi. Secara sederhana, pengeluaran bulanan dapat dibagi menjadi: pengeluaran tetap, pengeluaran insidental, dan tabungan.
Contoh pos-pos yang termasuk ke dalam pengeluaran tetap yaitu: biaya makan-minum, jajan, transportasi, bayar tagihan internet, servis kendaraan, dan sewa kosan. Penyisihan untuk pengeluaran insidental seperti sakit atau kecelakaan (amit-amit) dapat dilakukan sesuai keinginan masing-masing, misalnya sebesar 10% dari penghasilan.
Sedangkan pos tabungan adalah rencana yang kita susun sebagai pegangan jika terjadi hal yang tidak diinginkan, misalnya order dari klien yang sepi atau bisa juga untuk memenuhi rencana khusus untuk masa depan, misalnya: menyicil/beli rumah, menyicil kendaraan, atau menikah.
Seperti yang saya selalu katakan bahwa dunia freelance adalah dunia yang dinamis dan fleksibel, begitu pula pos-pos keuangan untuk setiap freelancer akan berbeda sesuai dengan kebutuhan pekerjaannya masing-masing.
Tetapkan Aturan Ketat
Persepsi orang bahwa orang finance itu galak-galak mungkin ada benarnya, atau lebih tepatnya, mereka menetapkan aturan yang ketat untuk segala hal yang berhubungan dengan keuangan. Dalam hal ini, alangkah baiknya kalau para freelancer ikut mempelajari bagaimana caranya bersikap tegas dalam hal keuangan. Bukan hanya menahan diri untuk tidak membeli barang, lebih luas lagi, tetapi bagaimana caranya mengatur keuangan dengan sebaik mungkin.
Bersikap ketat berarti disiplin, dan disiplin bukan berarti para freelancer tidak bisa membelanjakan keuangannya untuk apa yang dia mau, seperti gadget iPhone 4 mungkin? Yang terpenting bukan memaksa diri untuk tidak belanja apapun tetapi mengatur pengeluaran serta pemasukan dengan sebaik mungkin agar uang yang masuk dan uang yang keluar bisa selaras, seimbang, malah kalau bisa lebih banyak pemasukannya.
Inti dari pengaturan adalah memilah dan memilih untuk mengeluarkan uang pada saat yang tepat dan untuk produk yang tepat pula, misalnya beli iPhone 4, kalau memang mampu dan bisa digunakan untuk menjadi lebih produktif yang bisa dilakukan, atau kalau memang dalam jangka menengah proyek lancar dan direncanakan akan mendapatkan pemasukan yang cukup.
Dengan mengatur keuangan, minimal dengan cara sederhana, saya yakin kenikmatan hidup sebagai freelancer bisa diraih. ;)
Berbagai saran di atas merupakan teknik pengaturan keuangan yang sangat sederhana dan mungkin bisa disebut untuk level pemula, tetapi pada kenyataannya saya sering menemui kondisi dimana para freelancer kurang disiplin dalam pengaturan keuangan atau hanya disiplin pada masa awal-awal saja sehingga gagal mendapatkan apa yang diinginkannya. Inilah yang harus dijaga oleh para freelancer.Semoga tips sederhana di atas bisa berguna atau setidaknya bisa memberikan ide bagi para freeelancer untuk mulai mengatur keuangan mereka, mudah-mudahan saya juga bisa merangkum beberapa hal lagi yang dibagikan pada acara RuangFreelance Meetup baik yang berhubungan dengan keuangan maupun yang berhubungan dengan hal lain. Sampai jumpa di tulisan berikutnya.
Sumber Tulisan http://www.ruangfreelance.com/2011/06/02/mengatur-keuangan-secara-sederhana-bagi-para-freelancer/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=mengatur-keuangan-secara-sederhana-bagi-para-freelancer

Thursday, January 10, 2013

Life Is So Short


Sukses itu sederhana, Sukses tidak ada hubungan dengan menjadi kaya raya, Bahkan sukses itu juga tidak serumit atau serahasia seperti kata Robert T. Kiyosaki, Tung Desem Waringin, maupun Rhonda Bhryne The Secret.

Sukses itu tidak perlu dikejar

SUKSES adalah ANDA !

Karena kesuksesan terbesar ada pada diri Anda sendiri...

Bagaimana Anda tercipta dari pertarungan jutaan sperma untuk membuahi 1 ovum, itu adalah sukses pertama Anda!

Bagaimana Anda bisa lahir dengan anggota tubuh sempurna tanpa cacat hanya dari 2 buah sel yang terus membelah diri menjadi milyaran sel tubuh, itulah kesuksesan Anda kedua...

Lihatlah betapa TUHAN sudah begitu mencintai & melipatgandakan MODAL awal Anda yang hanya 1 sel sperma + 1 sel ovum! Bahkan modal hidup awal tersebut juga bukan dari Anda, melainkan dari kedua orangtua Anda!

Ketika pertama kali Anda masuk ke sekolah dengan riang gembira, bahkan bisa melanjutkan hingga studi S1 bahkan sampai S3, di saat tiap menit ada 10 siswa drop out karena tidak mampu bayar SPP, itulah sukses Anda ketiga... ( Betul gak...? )

Ketika Anda berjuang keras dan berhasil bekerja di perusahaan multinasional, di saat 46 juta orang menjadi pengangguran, itulah kesuksesan Anda keempat... ( Gimana apa masih belum mengakui juga...?)

Ketika Anda masih bisa makan tiga kali sehari, di saat ada 3 juta orang mati kelaparan setiap bulannya itulah kesuksesan Anda yang kelima... ( Masih tetap keras kepalakah...? )

Sukses terjadi setiap hari. Namun Anda tidak pernah menyadarinya. Sukses ada dalam setiap kapiler darah Anda!.... Sukses juga ada dalam setiap sel tubuh Anda!

Anda-lah KESUKSESAN yang dipelihara dengan baik oleh tangan-tangan TUHAN...

Saya sangat tersentuh ketika menonton film Click! yang dibintangi Adam Sandler, "Family comes first", begitu kata-kata terakhir kepada anaknya sebelum dia meninggal.. saking sibuknya si Adam Sandler ini mengejar kesuksesan, uang & karir, ia sampai tidak sempat meluangkan waktu untuk anak & istrinya, bahkan tidak sempat menghadiri hari pemakaman ayahnya sendiri, keluarganya pun berantakan, istrinya yang cantik menceraikannya, anaknya jadi kagak lagi kenal siapa ayahnya... (Menyedihkan kalo dah begini ya)

Sukses selalu dibiaskan oleh penulis buku laris supaya bukunya bisa terus-terusan jadi best seller, dengan membuat sukses menjadi hal yang rumit dan sukar didapatkan dalam buku yang tebalnya ratusan bahkan ribuan halaman...

Sukses tidak melulu soal harta, rumah mewah, mobil sport, jam Rolex, pensiun muda, menjadi pengusaha, punya kolam renang, helikopter, punya istri cantik seperti Donald Trump, atau resort mewah di Karibia...

Namun, tidak banyak buku-buku yang membahas bahwa sukses sejati adalah hidup dengan penuh syukur atas segala rahmat TUHAN setiap detiknya, sukses yang sejati adalah menikmati & bersyukur atas setiap detik kehidupan Anda, pada saat Anda gembira, Anda gembira sepenuhnya, sedangkan pada saat Anda sedih, Anda sedih sepenuhnya, larut namun tidak hanyut...

karena setelah itu Anda sudah harus bersiap lagi menghadapi episode baru lagi, episode hidup yang sudah dipersiapkan dengan rapi oleh SANG SUTRADARA LEGENDARIS...

Sukses sejati adalah hidup benar di jalan Allah SWT, hidup baik, tidak menipu, apalagi scam, saleh & selalu rendah hati, serta tidak sombong. Sukses itu tidak lagi menginginkan kekayaan ketimbang kemiskinan, tidak lagi menginginkan kesembuhan ketimbang sakit,

Sukses sejati adalah bisa menerima sepenuhnya kelebihan, keadaan, dan kekurangan Anda apa adanya dengan penuh syukur...

Pernahkah Anda menyadari?

Anda sebenarnya tidak membeli suatu barang dengan uang... Uang hanyalah alat tukar, jaman dahulu sebelum ada uang orang menerapkan sistem barter...

Apa yang Anda barter dalam hidup Anda?

Anda sebenarnya membeli rumah dari waktu Anda. Ya, Anda mungkin harus kerja siang malam untuk bayar KPR selama 15 tahun atau beli mobil/motor kredit selama 3 tahun. Itu semua sebenarnya tak lain hanyalah Anda dapatkan dari membarter waktu Anda sendiri kawan,

Anda menjual waktu Anda dari pagi hingga malam kepada penawar tertinggi untuk mendapatkan uang supaya bisa beli makanan, pulsa telepon dll

Aset terbesar Anda bukanlah rumah/mobil Anda, TAPI DIRI ANDA SENDIRI, Itu sebabnya mengapa orang pintar bisa digaji puluhan kali lipat dari orang bodoh. Semakin berharga diri Anda, semakin mahal orang mau membeli waktu Anda

Itu sebabnya kenapa harga 2 jam-nya Tony Robbins bicara ngalor ngidul di seminar bisa dibayar 50 ribu dollar atau harga 2 jam seminar Pak Andrie Wongso bisa mencapai 50 juta!!!

Itu sebabnya kenapa Nike berani membayar Tiger Woods & Michael Jordan sebesar 200 juta dollar, hanya untuk memakai produk Nike. Suatu produk bermerk menjadi mahal/berharga bukan karena merk-nya, tapi karena produk tsb dipakai oleh siapa.... (Benar kagak ??)

"Siapa"-lah yang membuat "apa" menjadi berharga
Bukan sebaliknya, "apa" yang menjadikan "siapa" diri Anda menjadi lebih berharga!
Benda hiduplah yang memberi nilai dan energi pada benda mati, bukan sebaliknya...

Itu sebabnya bola basket bekas dipakai Michael Jordan diperebutkan, bisa terjual 80 juta dollar, sedangkan bola basket bekas dengan merk sama yang telah Anda pakai bertahun-tahun, bila kita jual harganya justru malah turun... ( Hehehehehe )

Jadi sunguh ironis jika jaman sekarang orang cenderung menilai orang lain atau teman-temannya, hanya sebatas dari berapa harga Blackberry-nya atau berapa harga tas Louis Vuitton serta Sepatu Jimmy Choo-nya...

Hidup ini kok lucu ya rasanya, kita seperti mengejar fatamorgana, bila dilihat dari jauh, mungkin kita melihat air atau emas di kejauhan yang berkilauan, namun ketika kita kejar dengan segenap tenaga kita & akhirnya kita sampai, yang kita lihat yah cuman pantulan sinar matahari atau corn flakes saja oh...ternyata...

Lucu bila setelah Anda membaca tulisan di atas

Namun Anda masih mengejar fatamorgana tersebut, ketimbang menghabiskan waktu Anda yang sangat berharga bersama dengan orangtua yang begitu mencintai Anda, memeluk hangat istri Anda (bukan istri orang loh..), mengatakan "I love you" kepada orang-orang yang Anda cintai: orang tua, istri, anak, sahabat-sahabat Anda.

Lakukanlah ini selagi Anda masih punya waktu, selagi Anda masih sempat, Anda tidak pernah tahu kapan Anda akan meninggal, mungkin besok pagi, mungkin nanti malam,

LIFE is so SHORT