MLM MENURUT HUKUM ISLAM
Belakangan ini semakin banyak muncul perusahaan-perusahaan yang menjual produknya melalui sistem Multi Level Marketing (MLM). Karena itu, perlu dibahas hukumnya menurut syari’ah Islam. Perlu dicatat, bahwa perusahaan money game yang berkedok MLM bukanlah termasuk MLM.
Sumber Rujukan : http://emiraclesyariah.blogspot.com/2012/11/mlm-menurut-hukum-islam.html
Pakar marketing Don Failla, membagi marketing menjadi tiga macam. Pertama,
retail (eceran), Kedua, direct selling (penjualan langsung ke
konsumen), Ketiga multi level marketing (pemasaran berjenjang melalui
jaringan distribusi yang dibangun dengan memposisikan pelanggan
sekaligus sebagai tenaga pemasaran).
Kemunculan trend strategi pemasaran produk melalui sistem MLM di dunia bisnis modern sangat menguntungkan banyak pihak, seperti pengusaha (baik produsen maupun perusahaan MLM).
Hal ini disebabkan karena adanya penghematan biaya dalam iklan, Bisnis
ini juga menguntungkan para distributor yang berperan sebagai simsar
(Mitra Niaga) yang ingin bebas (tidak terikat) dalam bekerja.
Sistem marketing MLM
yang lahir pada tahun 1939 merupakan kreasi dan inovasi marketing yang
melibatkan masyarakat konsumen dalam kegiatan usaha pemasaran dengan
tujuan agar masyarakat konsumen dapat menikmati tidak saja manfaat
produk, tetapi juga manfaat finansial dalam bentuk insentif,
hadiah-hadiah, haji dan umrah, perlindungan asuransi, tabungan hari tua
dan bahkan kepemilikan saham perusahaan.
Bisnis dalam syari’ah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalat yang hukum asalnya adalah boleh berdasarkan kaedah Fiqh, “Al-Ashlu fil muamalah al-ibahah hatta yadullad dalilu ‘ala tahrimiha” (Pada dasarnya segala hukum dalam muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil/prinsip yang melarangnya).
Islam memahami bahwa perkembangan budaya
bisnis berjalan begitu cepat dan dinamis. Berdasarkan kaedah fikih di
atas, maka terlihat bahwa Islam memberikan jalan bagi manusia untuk
melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui sistem, teknik dan
mediasi dalam melakukan perdagangan.
Namun, Islam mempunyai prinsip-prinsip tentang pengembangan sistem bisnis yaitu harus
terbebas dari unsur dharar (bahaya), jahalah (ketidakjelasan) dan
zhulm (merugikan atau tidak adil terhadap salah satu pihak). Sistem pemberian bonus harus adil, tidak menzalimi dan tidak hanya menguntungkan orang yang di atas.
Bisnis juga harus terbebas dari unsur MAGHRIB, singkatan dari lima unsur.
1.Maysir (judi),
2.Aniaya (zhulm),
3.Gharar (penipuan),
4.Haram,
5.Riba (bunga),
6.Iktinaz atau Ihtikar
7.Bathil.
Kalau kita ingin mengembangkan bisnis MLM,
maka ia harus terbebas dari unsur-unsur di atas. Oleh karena itu,
barang atau jasa yang dibisniskan serta tata cara penjualannya harus
halal, tidak haram dan tidak syubhat serta tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syari’ah di atas.
MLM
yang menggunakan strategi pemasaran secara bertingkat (levelisasi)
mengandung unsur-unsur positif, asalkan diisi dengan nilai-nilai Islam
dan sistemnya disesuaikan dengan syari’ah Islam. Bila demikian, MLM dipandang memiliki unsur-unsur silaturrahmi, dakwah dan tarbiyah. Menurut Muhammad Hidayat,
Dewan Syari’ah MUI Pusat, metode semacam ini pernah digunakan
Rasulullah dalam melakukan dakwah Islamiyah pada awal-awal Islam. Dakwah
Islam pada saat itu dilakukan melalui teori gethok tular (mulut
ke mulut) dari sahabat satu ke sahabat lainnya. Sehingga pada suatu
ketika Islam dapat di terima oleh masyarakat kebanyakan.(Lihat, Azhari
Akmal Tarigan, Ekonomi dan Bank Syari’ah, FKEBI IAIN, 2002, hlm. 30)
Bisnis yang dijalankan dengan sistem MLM
tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang, tetapi juga
jasa, yaitu jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat)
dengan imbalan berupa marketing fee, bonus, hadiah dan sebagainya,
tergantung prestasi, dan level seorang anggota. Jasa marketing yang
bertindak sebagai perantara antara produsen dan konsumen. Dalam istilah
fikih Islam hal ini disebut Samsarah/Simsar. (Sayyid Sabiq, Fikih
Sunnah, jilid II, hlm 159).
Kegiatan samsarah dalam bentuk distributor, agen, member atau mitra niaga dalam fikih Islam termasuk dalam akad ijarah, yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan, insentif atau bonus (ujrah) Semua ulama membolehkan akad seperti ini (Fikih Sunnah, III, hlm 159).
Sama halnya seperti cara berdagang yang lain, strategi MLM
harus memenuhi rukun jual beli serta akhlak (etika) yang baik. Di
samping itu komoditas yang dijual harus halal (bukan haram maupun
syubhat), memenuhi kualitas dan bermafaat. MLM
tidak boleh memperjualbelikan produk yang tidak jelas status halalnya.
Atau menggunakan modus penawaran (iklan) produksi promosi tanpa
mengindahkan norma-norma agama dan kesusilaan.
Perusahaan MLM biasa memberi reward atau insentif pada mereka yang berprestasi. Islam
membenarkan seseorang mendapatkan insentif lebih besar dari yang
lainnya disebabkan keberhasilannya dalam memenuhi target penjualan
tertentu, dan melakukan berbagai upaya positif dalam memperluas jaringan dan levelnya secara produktif. Kaidah Ushul Fiqh mengatakan: “Besarnya ijrah (upah) itu tergantung pada kadar kesulitan dan pada kadar kesungguhan”.
Penghargaan kepada Up Line yang
mengembangkan jaringan (level) di bawahnya (Down Line) dengan cara
bersungguh-sungguh, memberikan pembinaan (tarbiyah, pengawasan serta
keteladanan prestasi (uswah) memang patut di lakukan. Dan atas jerih
payahnya itu ia berhak mendapat bonus dari perusahaan, karena ini
selaras dengan sabda Rasulullah: “Barangsiapa
di dalam Islam berbuat suatu kebajikan maka kepadanya diberi pahala,
serta pahala dari orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun” (hadist).
Intensif diberikan dengan merujuk skim
ijarah. Intensif ditentukan oleh dua kriteria, yaitu dari segi prestasi
penjualan produk dan dari sisi berapa berapa banyak down line yang
dibina sehingga ikut menyukseskan kinerja. Dalam hal menetapkan nilai
insentif ini, ada tiga syarat syari’ah yang harus dipenuhi, yakni:
adil, terbuka, dan berorientasi falah (keuntungan dunia dan akhirat). Insentif
(bonus) seseorang (Upline) tidak boleh mengurangi hak orang lain di
bawahnya (downline), sehingga tidak ada yang dizalimi. Sistem intensif
juga harus transparan diinformasikan kepada seluruh anggota, bahkan
dalam menentukan sistemnya dan pembagian insentif (bonus), para anggota
perlu diikutsertakan. Dalam hal ini tetap dilakukan musyawarah, sehingga
penetapan sistem bonus tidak sepihak. Selanjutnya, keuntungan dalam bisnis MLM, berorientasi pada keuntungan duniawi dan ukhrawi. Imam
Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa keuntungan dalam Islam
adalah keuntungan dunia dan akhirat. Keuntungan akhirat maksudnya,bahwa dengan menjalankan bisnis itu, seseorang telah dianggap menjalankan ibadah, (asalkan bisnisnya sesuai dengan syari’ah). Dengan bisnis, seseorang juga telah membantu orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penting disadari, pemberian penghargaan
dan cara menyampaikannya hendaknya tetap dalam koridor tasyakur, untuk
menghindarkan penerimanya dari takabur (bangga/sombong) dan kufur
nikmat, apalagi melupakan Tuhan.
MLM yang Islami senantiasa berpedoman pada akhlak Islam
Sebagaimana disebut di atas bahwa
penghargaan yang diberikan kepada anggota yang sukses mengembangkan
jaringan, dan secara sungguh-sunguh memberikan pembinaan (tarbiyah),
pengawasan serta keteladanan prestasi (uswah), harus selaras dengan
ajaran agama Islam. Karena itu, applause ataupun gathering party yang
diberikan atas prestasi seseorang, haruslah sesuai dengan nilai-nilai
aqidah dan akhlak. Ekspressi penghargaan atas kesuksesan anggota MLM,
tidak boleh melampaui batas (bertantangan dengan ajaran Islam).
Applause yang diberikan juga tidak boleh mengesankan kultus individu,
mendewakan seseorang. Karena hal itu dapat menimbulkan penerimanya
menjai takabbur, dan ‘ujub. Perayaan kesuksesan seharusnya dilakukan
dalam bingkai tasyakkur. (Lihat, Drs.H.Muhammad Hidayat, MBA, Analisis
Teoritis Normatif MLM dalam Perspektif Muamalah, 2002).
Karena itu pula, Islam sangat mengecam
seseorang yang dalam menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangannya
semakin jauh dari nilai-nilai ketuhanan. Firman Allah, “Mereka tidak lalai dari mengingat Allah dalam melakukan bisnis dan jual beli. Mereka mendirikan shalat dan membayar zakat”… (QS.24:37)
Dari ayat tersebut dapat ditarik
pemahaman bahwa seluruh aktivitas bisnis tidak boleh melupakan Tuhan
dan jauh dari nilai-nilai keilahian, baik dalam kegiatan produksi,
distribusi, strategi pemasaran, maupun pada saat menikmati kesuksesan
(menerima penghargaan dan applause).
Jadi, dalam menjalankan bisnis MLM
perlu diwaspadai dampak negatif psikologis yang mungkin timbul,
sehingga membahayakan kepribadian, seperti yang dilansir Dewan Syari’ah
Partai Keadilan, yaitu adanya eksploitasi obsesi yang berlebihan untuk
mencapai terget jaringan dan penjualan. Karena terpacu oleh sistem ini,
suasana yang tak kondusif kadang mengarah pada pola hidup hura-hura ala
jahiliyah, seperti ketika mengadakan acara pertemuan para members .
Setiap perdagangan pasti berorientasi
pada keuntungan. Namun Islam sangat menekankan kewajaran dalam
memperoleh keuntungan tersebut. Artinya, harga produk harus wajar dan
tidak dimark up sedemikian rupa dalam jumlah yang amat mahal,
sebagaimana yang banyak terjadi di perusahaan bisnis MLM
saat ini. Sekalipun Al-Quran tidak menentukan secara fixed besaran
nominal keuntungan yang wajar dalam perdagangan, namun dengan tegas
Al-quran berpesan, agar pengambilan keuntungan dilakukan secara fair,
saling ridha dan menguntungkan. Firman Allah : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang saling ridha
diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah
maha Penyayang kepadamu”. (QS.4:29).
Dalam konteks ini, tidak sedikit masyarakat yang berpendapat bahwa produk yang ditawarkan perusahaan MLM
sangat mahal dan terlalu eksklusif, sehingga kerap kali memberatkan
anggota yang berada di level bawah (downline) serta masyarakat pemakai
dan sangat menguntungkan level di atasnya (up line). Seringkali harga
produk dimark up sampai dua bahkan tiga kali lipat dari harga yang
sepatutnya. Hal ini seharusnya dihindari, karena cara ini adalah
mengambil keuntungan dengan cara yang bathil, karena mengandung unsur
kezaliman, yakni memberatkan masyarakat konsumen.
Penetapan harga yang terlalu tinggi dari harga normal, sehingga memberatkan konsumen, dapat dianalogikan dengan ghabn, yaitu menjual satu barang dengan harga tinggi dari harga pasar.
12. Syarat agar MLM menjadi syari’ah :
- Produk yang dipasarkan harus halal, thayyib (berkualitas) dan menjauhi syubhat (Syubhat adalah sesuatu yang masih meragukan).
- Sistem akadnya harus memenuhi kaedah dan rukun jual beli sebagaimana yang terdapat dalam hukum Islam (fikih muamalah).
- Operasional, kebijakan, corporate culture, maupun sistem akuntansinya harus sesuai syari’ah.
- Tidak ada excessive mark up harga barang (harga barang di mark up sampai dua kali lipat), sehingga anggota terzalimi dengan harga yang amat mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh.
- Struktur manajemennya memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang terdiri dari para ulama yang memahami masalah ekonomi.
- Formula intensif harus adil, tidak menzalimi down line dan tidak menempatkan up line hanya menerima pasif income tanpa bekerja, up line tidak boleh menerima income dari hasil jerih payah down linenya.
- Pembagian bonus harus mencerminkan usaha masing-masing anggota.
- Tidak ada eksploitasi dalam aturan pembagian bonus antara orang yang awal menjadi anggota dengan yang akhir
- Bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal.
- Tidak menitik beratkan barang-barang tertier ketika ummat masih bergelut dengan pemenuhan kebutuhan primer.
- Cara penghargaan kepada mereka yang berprestasi tidak boleh mencerminkan sikap hura-hura dan pesta pora, karena sikap itu tidak syari’ah. Praktik ini banyak terjadi pada sejumlah perusahaan MLM.
- Perusahaan MLM harus berorientasi pada kemaslahatan ekonomi ummat.
Usaha bisnis MLM,
(khususnya yang dikelola oleh kaum muslimin), seharusnya memiliki misi
mulia dibalik kegiatan bisnisnya. Di antara misi mulia itu adalah :
- Mengangkat derjat ekonomi ummat melalui usaha yang sesuai dengan tuntunan syari’at Islam.
- Meningkatkan jalinan ukhuwah ummat Islam di seluruh dunia
- Membentuk jaringan ekonomi ummat yang berskala internasional, baik jaringan produksi, distribusi maupun konsumennya sehingga dapat mendorong kemandirian dan kejayaan ekonomi ummat.
- Memperkokoh ketahanan akidah dari serbuan idiologi, budaya dan produk yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islami.
- Mengantisipasi dan mempersiapkan strategi dan daya saing menghadapi era globalisasi dan teknologi informasi.
- Meningkatkan ketenangan konsumen dengan tersedianya produk-produk halal dan thayyib.
Definisi Multi Level Marketing (MLM)
secara umum adalah model pemasaran yang menggunakan mata rantai Up
Line- Down Line dengan memotong jalur distribusi. Menurut APLI (Asosiasi
Penjualan Langsung Indonesia) saat ini terdapat lebih 200-an perusahaan
yang menggunakan sistem MLM dengan karakteristik, pola dan sistem tersendiri.
Dalam mengkaji hukum halal-haramnya MLM
dibutuhkan pendekatan yang lebih mendalam. Dimulai dari manajemen
perusahaannya, sistem marketingnya, kegiatan operasionalnya serta produk
yang dijualnya apakah sesuai dengan prinsip dalam syariah.
Hal ini untuk menghindari kesalahan
penilaian suatu bisnis yang menilai hanya berdasarkan satu sisi kegiatan
operasionalnya saja tanpa menilai sistemnya secara keseluruhan.
Hal yang perlu diketahui dalam menilai suatu bisnis/ jual-beli yang sesuai dengan ketentuan Syariah (Standar 4+5) :
Standar Moral dalam Berbisnis :
- Tauhid
- Kebebasan
- Keadilan
- Tanggung Jawab
Standar Operasional dalam Berbisnis :
- Menghindari segala praktik Riba
- Menghindari Gharar (ketidakjelasan kontrak/ barang)
- Menghindari Tadlis (Penipuan)
- Menghindari perjudian (spekulasi/Maysir)
- Menghindari kezaliman dan eksploitatif
Dalam sebuah catatan kritis tentang MLM,
Robert L.Fitzpatrick dan Joyce K. Reynolds menulis: Penjualan langsung
secara eceran ke konsumen merupakan cara kuno, bukan tren masa depan.
Justru ini adalah sistem penjualan yang tidak produktif dan tidak
praktis. Selain itu perlu diperhatikan lagi bahwa daya tarik paling
menyolok dari Industri MLM sebagaimana yang disampaikan lewat iklan dan
presentasi penarikan anggota baru adalah ciri materialisme-nya.
Allah SWT juga memerintahkan manusia
agar mengembara di muka bumi mencari karunia (nafkah) setelah melakukan
ibadah shalat. Allah SWT berfirman dalam surat Al Jumuah ayat 10 : “Apabila
telah kamu ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”.
Pada as Sunnah Rasululah SAW pernah ditanya mengenai mata pencaharian yang paling baik. Rasul menjawab : “Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur” (HR Bajjar, Hakim menyahihkannya dari Rifaah ibnu Rafi’).
Kelahiran MLM Syari’ah
dilatar belakangi oleh kepedulian akan kondisi perekonomian umat Islam
Indonesia yang masih terpuruk. Umat Islam yang menjadi mayoritas di
negeri ini, harus menggunakan kekuatan jaringan, agar pemberdayaan
potensi bisnis umat Islam Indonesia, bisa diwujudkan. Pemberdayaan
ekonomi kaum Muslimin, adalah pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang harus
dilakukan, sebab sebagian besar rakyat Indonesia adalah umat Islam.
Dalam MLM Syari’ah,
kegiatan bisnisnya adalah penjualan atau pemasaran produk-produk Muslim
yang halalan thayyiban yang dibidani oleh figur ulama dari MUI dan
ICMI. Gerakan ini juga mendapat dukungan kuat dari pakar ekonomi Islam
dan perguruan tinggi Islam yang mengembangkan kajian ekonomi syari’ah di
seluruh Indonesia.
Dengan demikian, MLM
konvensional yang berkembang pesat saat ini, dimodifikasi dan
disesuaikan dengan syari’ah. Aspek-aspek haram dan syubhat dihilangkan
dan diganti dengan nilai-nilai ekonomi syari’ah yang berlandaskan Tauhid, Akhlak, hukum Muamalah. Visi dan misi MLM bisa juga berbeda total dengan MLM syari’ah. MLM Syari’ah juga sangat berbeda dengan MLM
konvensional yang pernah ada dan berkembang di Indonesia saat ini.
Perbedaan itu terlihat dalam banyak hal, seperti perbedaan motivasi dan
niat, visi, misi, prinsip, orientasi, komoditi, sistem pengelolaan,
pengawasan dan sebagainya.
Motivasi dan niat dalam menjalankan MLM Syari’ah setidaknya ada empat macam.
Pertama, kashbul halal wa intifa’uhu (usaha halal dan menggunakan barang-barang yang halal). Kedua, bermu’amalah secara syari’ah Islam.
Ketiga, mengangkat derajat ekonomi umat.
Keempat, mengutamakan produk dalam negeri.
Adapun visi MLM Syari’ah adalah mewujudkan Islam Kaffah melalui pengamalan ekonomi syari’ah. Sedangkan misinya adalah:
Pertama, mengangkat derajat ekonomi umat melalui usaha yang sesuai dengan tuntunan syari’at Islam.
Kedua, meningkatkan jalinan ukhuwah Islam di seluruh dunia.
Ketiga, membentuk
jaringan ekonomi Islam dunia, baik jaringan produksi, distribusi,
maupun konsumennya, sehingga dapat mendorong kemandirian dan kemajuan
ekonomi umat.
Keempat, memperkukuh ketahanan aqidah dari serbuan budaya dan idelogi yang tidak Islami.
Kelima, mengantisipasi
dan meningkatkan strategi menghadapi era liberalisasi ekonomi dan
perdagangan bebas. Keenam, meningkatkan ketenangan batin konsumen Muslim
dengan tersedianya produk-produk halal dan thayyib.
Perusahaan MLM Syari’ah
diduga prospektif dan memiliki potensi besar untuk berkembang dimasa
depan. Hal ini disebabkan mayoritas bangsa Indonesia menganut agama
Islam dan MLM yang dijalankan sesuai syari’ah.
Selanjutnya dari segi fiqh muamalah ada beberapa ulama yang belum berani memastikan apakah MLM Konvensional dan MLM ‘syariah’ tersebut halal dan thayib. Saat ini, keberadaan Multi Level Marketing
masih menjadi kontroversi bagi sebagian masyarakat ekonomi syari’ah.
Berbagai alasan menjadi penyebab keraguan masyarakat akan kehalalan MLM
mengingat begitu banyaknya kejadian di masyarakat yang kontroversial
dimana masyarakat yang menginginkan kemakmuran, kekayaan dan kesehatan
dalam waktu relative singkat dan juga terdapat beberapa
kejadian-kejadian yang menarik dan mengejutkan mengenai keberadaan MLM syariah ini,
Bagaimana keberadaan MLM dilihat dari segi sisi fiqh muamalah ?
Majelis Ulama Indonesia menyatakan, kehadiran bisnis Multi Level Marketing (MLM) MLM Syariah merupakan solusi dari banyaknya praktek penipuan berkedok MLM maupun bisnis riba lainnya. Ketua MUI, KH. Amidan, mengatakan, MLM Syariah
melarang up line memperolah keuntungan secara pasif dari kerja keras
downline. “Dengan begitu, kepentingan memberi lebih terproteksi dari
praktek penipuan berkedok MLM,”
Dia menegaskan, bisnis Multi Level Marketing (MLM) bersifat halal sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Jika dikelola dengan baik, tambahnya. MLM memiliki banyak kemaslahatan bagi umat selain memperkuat struktur ekonomi kaum muslim.
Model bisnisnya yang mensyaratkan adanya
interaksi secara langsung dinilainya dapat menjadi cara untuk
memperkuat silaturahmi. Menurut Amidan, MLM Syariah memiliki sejumlah keunggulan yang tidak dimiliki MLM konvensional, antara lain mengangkat derajat ekonomi umat melalui bisnis yang sesuai prinsip syariat Islam. “Selain itu, konsumen akan terjamin dalam menggunakan produk-produk dan praktek bisnis yang halal,” katanya.
Lebih lanjut Amidan mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak praktek bisnis Money Game berkedok MLM,
apalagi MUI telah mengharamkan bisnis money game. Sementara itu, Dewan
Syariah Nasional (DSN) MUI telah menetapkan sejumlah syarat yang harus
dipenuhi untuk mendapatkan sertifikat MLM Syariah.
Anggota Badan Pengurus Harian DSN, Ichwan Sam, mengatakan, untuk memperoleh sertifikasi syariah, sebuah perusahaan MLM
harus dapat membuktikan bahwa produk yang dijualnya halal dan thayib
(berkualitas) serta menjauhi syubhat (sesuatu yang masih meragukan).
Selain itu, perusahaan MLM
tersebut juga harus menerapkan praktek bisnis yang sesuai syariah,
yakni sistem akad jual belinya sesuai hukum Islam dan struktur
manajemennya memiliki Dewan pengawas yang terdiri dari para ulama yang
memahami masalah ekonomi. “Syarat yang dikeluarkan MUI sangat ketat,
sehingga banyak perusahaan yang tidak lulus uji,” katanya.
Mohon maaf bila ada khilaf dan kebenaran mutlak hanya milik Allah semata.
Segeralah migrasi ke MLM Syariah, lebih Amanah, Berkah dan Ibadah. Aamiin.
Mari bergabung bersama Bisnis Syariah E-Miracle Asli Ustadz Yusuf Mansyur KLIK DISINI
No comments:
Post a Comment